Palembang,jejakopd.com – Terdakwa dugaan kasus korupsi pembangunan gedung di Akademi Komunitas Negeri (AKN) Kabupaten Muratara, Sumatera Selatan yang menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp8,4 miliar, Akhirnya di vonis jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketaui M Iqbal SH Kasi pidana khusus Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau.
Hal itu terungkap saat majelis hakim yang diketuai, Komijon SH membacakan vonis kepada terdakwa secara bergantian saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Tipikor Palembang, Senin (17/6).
Pada sidang itu majelis hakim memvonis terdakwa Firdaus, selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Muratara dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau jika tidak mampu membayar diganti dengan kurungan badan 3 bulan.
Selain itu Firdaus juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp1,4 miliar kepada Negara atas perbuatannya. Jika harta dan uangnya tidak cukup membayar senilai itu, maka hukuman diganti dengan penjara 2 tahun 6 bulan. Sementara JPU sendiri menuntut terdakwa Firdaus dengan hukuman penjara 9 tahun atau vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan tiga tahun.
Begitu juga dengan keempat terdakwa lainnya, yakni Ferry Susanto dan Subhan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Fahrul Rozi dan Briyo Tohir selaku pihak swasta, ternyata juga dijatuhi vonis jauh lebih ringan dari tuntutan JPU.
“Ferry dan Fahrul Rozi kita tuntut masing-masing 9 tahun penjara. Namun faktanya mereka berdua hanya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau diganti kurungan badan 3 bulan. Kemudian keduanya diwajibkan membayar uang pengganti masing-masing Rp1,2 miliar atau diganti kurungan badan 2 tahun 6 bulan,” ungkap salah seorang JPU dari Kejari Muratara, Nanda Hardika, saat dibincangi usai persidangan.
Sementara terdakwa Briyo Tohir dan Subhan dituntut JPU hukuman 8 tahun 6 bulan penjara, namun faktanya hanya dijatuhi vonis oleh majelis hakim 5 tahun 6 bulan dan fenda Rp500 juta atau diganti kurungan badan 3 bulan. Serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,2 miliar atau kalau tidak mampu diganti kurungan badan 2 tahun 6 bulan.
Menurut Ketua Majelis Hakim, Komijon SH, menjelaskan, vonis lebih ringan itu diberikan mengingat tersangka kooperatif selama proses persidangan, berkelakuan sopan, menyesali perbuatannya, serta baru pertama kali melakukan korupsi. Selain itu, kelima terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Usai membacakan vonis, majelis hakim mempersilahkan para terdakwa bersama lima penasehat hukumnya, serta JPU untuk mengambil langkah selanjutnya. “Kita minta waktu hakim untuk berpikir dulu,” kata JPU dan penasehat terdakwa kompak.
Sekedar mengingatkan, dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang sebelumnya, JPU menyebutkan bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KHUP.
“Kelima terdakwa didakwa bekerjasama melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan gedung AKN di Muratara. Pembangunan itu sendiri dibiayai APBD Muratara tahun 2016 lalu sebesar Rp8,4 miliar,” kata kedua JPU, Zairida dan Iqbal dalam dakwaan di PN Palembang.
Untuk kasus tersebut, JPU menguraikan bahwa sebelum kasus naik ke meja hijau pihaknya telah memeriksa 35 saksi lebih. Dari hasil pemeriksaan diketahui negara mengalami kerugian dan proyek akhirnya mangkrak.
“Dalam penyidikan kasus ini kami sudah memeriksa sedikitnya 35 saksi. Di mana pembangunan ini merupakan program di Kementerian Pendidikan. Namun hingga akhirnya dilaporkan sampai bermasalah pengerjaannya tak kunjung diselesaikan,” katanya.
Bahkan selama proses penyidikan Kejari sudah menerima pengembalian uang ke negara sekitar Rp 882 juta. Bahkan ada juga pemblokiran rekening diduga terkait kasus tersebut sebesar Rp 1,2 miliar.